Perjalanan ke kota udang cirebon - Masih adakah udang disana?

13.31

Suasan Bus CBU tujuan terminal sumber Cirebon
Matahari sore nampak begitu bersinar dengan terang, awal Oktober 2018 kemarau bukan saja membuat cuaca di negara tropis semakin panas, namun juga nampak kekhawatiran para petani gurem seandainya hujan tidak kunjung datang sampai akhir Oktober, niscaya Periuk mereka akan kering.
Setelah hampir satu jam berlalu menunggu bus ekonomi AC jurusan Cirebon tibalah bus CBU warna putih jurusan Sumber Cirebon. Bus ini lumayan untuk sekelas AC Ekonomi, Full Music, AC Dingin Pill dengan tarif 60.000. Sebelum naik bus ini sebelumnya aku mondar mandir, stasiun kereta untuk mencari tiket, alhasil nihil alias gagal. Susah sekali untuk mendapatkan tiket kereta api sekarang ini, tidak bisa dilakukan secara onsite. Kita harus pesan tiket jauh jauh hari.

Bus masih melaju 60km/jam selayaknya Tayo bus yang baik hati. Belum sampai seperti layaknya balapan need for speed yang seringkali kita lihat di Chanel YouTube.

Sesaat bus berhenti di Rest Area, entah sekedar CekList ataupun cari penumpang.

Sekira jam 9an malam sayapun tiba di terminal Sumber Cirebon, setelah hampir hampir satu jam yang lalu saya menahan rasa mulas yang maha dahsyat diperut. Dengan tidak menghiraukan kondektur yang menyapa, sayapun segera bergegas mencari toilet umum yang tak jauh dari terminal.

Perjalanan menuju terminal sumber waras dari Karawang memakan waktu sekitar 2-3jam. Setelah 'ngudud' sebatang, saya coba tanya ke para sopir yang sedang istirahat di terminal mengenai arah menuju desa Babakan. Sebuah desa pesantren yang ada di ujung barat perbatasan antara Cirebon dan Majalengka.

Lingkungan pondok pesantren di Babakan - Cirebon

Waktu belum begitu larut, selepas isya saya tiba di desa Babakan kecamatan Ciwaringin kabupatén Cirebon. Setelah membayar jasa elf senilai 10.000 rupiah (kemudian saya tau harga jasanya itu sebenarnya 7.500 rupiah) saya berjalan kaki sekitar 1 Km menuju rumah teman yang saya kenal melalui Couchsurfing, mas Imbi namanya. Seorang santri berbaik hati mengantarkan saya menuju tempat mas Imbi, dia merupakan santri pesantren assalafie yang merupakan salah satu dari sekian banyak pondok pesantren yang berada di desa Babakan ini.
Mas imbi tengah, saat perjalanan menuju sunatan anak alumni pondok.

Oh,. Sebelumnya saya sedikit mengulas perkenalan singkat saya sama mas ini. Dalam perjalanan saya kali ini, saya coba menggunakan salah satu situs jejaring Traveller, www.couchsurfing.com yang merupakan media Maya di komunitas "pelancong" yang perannya mempertemukan antara "Host' dan ""Guest". Dalam hal ini mas imbi sebagai Host dan saya sebagai Guest. Aturan mainnya sederhana, Mas imbi sebagai host menyediakan tempat istirahat buat guest. Walau sebenarnya kemudian saya juga dapat makan minum, ngopi, ngeteh, jajan pula. Pilosofi dari yaitu Participate in Creating a Better World, One Couch At A Time.

Sesampainya di rumah Host, saya disambut oleh Asep yang merupakan salah satu santri didiknya mas imbi. Sayapun dipersilahkan masuk kerumah mas imbi untuk berisitirahat. Setelah sebelumnya mengabari mas imbi bahwa saya sudah berada di rumahnya, saya pun berisitirahat sambil menunggu mas imbi yang masih diperjalanan.

Cirebon dalam berbagai literatur sejarah Indonesia, terutama pulau Jawa merupakan salah satu wilayah yang mempunyai pengaruh besar terhadap, sosial, budaya dan tentunya perkembangan penyebaran agama Islam di Jawa dan Nusantara. Alkisah dahulu kala, Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban (carub dalam bahasa Cirebon artinya bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cerbon.

Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon disebut (belendrang) yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi cirebon (sumber wikipedia). Selengkapnya mengenai kesejarahan Cirebon bisa di baca disini: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon

Dengan latar belakang yang beraneka ragam tersebut menjadikan cirebon sebuah kota yang sarat dengan kesejarahan bangsa ini. Bisa dilihat dari arsitektur bangunan yang memiliki karakter Eropa, China, serta Timur tengah. Corak arsitektur tersebut bukan hanya pada gedung pemerintahan namun juga dalam rumah warga dan tempat peribadatan.

Sebagai kota yang menjadi pintu masuk penyebaran agama Islam, kota Cirebon memiliki begitu banyak wilayah yang menjadi lingkungan pesantren. Menurut Asep yang merupakan santri di désa babakan, ada lebih dari lima wilayah di kabupatén Cirebon yang merupakan basis wilayah pesantren dalam skala luas. Serta beberapa wilayah pesantren skala kecil. Wilayah kempek merupakan wilayah basis pesantren terbesar di kabupatén Cirebon, disusul kemudian babakan di urutan kedua. Secara ke-umuman pesantren yang ada diwilayah Cirebon merupakan pesantren "kitab kuning" yang merupakan jenis pesantren "tradisional". *Terkait penjelasan pesantren kitab kuning akan saya jelaskan di tulisan lainnya.



Rata-rata santri pesantren di wilayah babakan ini berusia remaja (10-25), yang terdiri dari santri+sekolah reguler dan santri yang tidak sekolah reguler. Terkait biaya, sesuai yang disampaikan Asep yaitu 100.000/bulan tanpa disediakan makan, dan 250.000/bulan dengan disediakan makan. Asep merupakan santri yang sudah hampir 8 tahun mondok di Babakan. Pada waktu tertentu Asep seringkali menjadi penceramah dibeberapa tempat, salah satunya di Karawang selama 1 bulan dari pengajian pe pengajian. Selain memang jago ceramah tentunya, Asep ini juga jago dalam permainan Playstation, dia seringkali menjuarai turnamen diberbagai tempat, Jogja, Bandung, dan beberapa kota besar lainnya. Dan yang membuat saya iri juga, dia merupakan pemain gim mobile legenda 10 besar lokal dan 100 besar Global.

Setelah lama berbincang dengan Asep, sekira jam 1 pagi, mas imbi-pun akhirnya tiba.

You Might Also Like

0 komentar