Jejak-jejak di Barat: Lintas Waktu dari Pancoran ke Rangkasbitung

11.44

Seiring surya yang mulai bersembunyi, digantikan oleh lampu-lampu kota yang mulai berkelip, Jakarta pada Jumat, 30 Januari 2016, tampak masih dipenuhi oleh kegiatan rutin para penghuninya. Setelah sempat terombang-ambing selama hampir empat jam dalam busway akibat kesalahan jalur, kini aku berada di Pancoran, tepatnya di bawah tugu Pancoran. Jam menunjukkan pukul delapan malam, aku berjalan kaki menuju "tempat persinggahan" di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sebuah organisasi non-pemerintah nasional yang sering menjadi tempatku berlabuh. 

Begitu sampai di KPA, aku bercengkrama sejenak dengan teman-teman di sana, meminta izin untuk menginap kepada staf di sana, dan sekitar jam sepuluh malam, aku merebahkan diri untuk beristirahat, mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan ke Rangkasbitung dengan kereta api keesokan harinya.

Pada pagi yang tak biasa itu, aku terbangun dan harus melanjutkan perjalanan ke Banten-Rangkasbitung menggunakan kereta api. Setelah berkemas sekitar jam enam pagi, aku langsung berangkat menuju Stasiun Tanah Abang dengan naik metromini, salah satu angkutan umum legendaris di Jakarta yang terkenal dengan kelakuannya yang liar. 
Berjalan menuju stasiun tanah abang jakarta

Setelah sampai di Stasiun Tanah Abang, aku sempat bertanya kepada petugas stasiun tentang kereta jurusan ke Rangkasbitung maupun Merak, dan sayangnya di Stasiun Tanah Abang tidak ada kereta jurusan ke Merak dan hanya melayani tujuan ke Rangkasbitung. Setelah membeli tiket seharga 5.000 rupiah, aku masuk dan menunggu di peron.

Setelah menunggu sekitar 30 menit, akhirnya kereta ekonomi AC jurusan Rangkasbitung, Provinsi Banten berangkat. Perjalanan ke barat dimulai.

Suasana di dalam kereta cukup nyaman. Jika kita naik dari stasiun utama di Jakarta, kita dapat dipastikan mendapatkan tempat duduk (kursi) sesuai dengan nomor yang tertera di tiket masing-masing penumpang. Walau masih belum tertib pelayanan dan penumpangnya, namun aku yakin lambat laun transportasi di Indonesia akan menjadi lebih baik, baik dari pelayanannya maupun dari disiplin penumpangnya.

Berdesakan di peron stasiun tanah abang jakarta


Tak banyak aktivitas yang aku lakukan di dalam kereta, selama perjalanan yang memakan waktu hampir dua jam tersebut aku habiskan dengan menikmati pemandangan, baik di luar kereta, maupun di dalam kereta. 

Tiba di Rangkasbitung menjelang tengah hari, kota ini sudah kukenal sejak aku sekolah dasar. Menurut sejarah, Kecamatan Rangkasbitung telah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Nama Rangkasbitung juga banyak kubaca dalam novel karya Max Havelaar yang berjudul Multatuli.

Pada penghujung Januari, sepertinya kemarau akan segera digantikan dengan musim hujan. Setelah aku tiba di Rangkasbitung, langit sudah mendung. Tepat dugaanku, tak lama setelah aku beristirahat dan sarapan di pedagang lontong sayur, hujan mulai mengguyur kota Rangkasbitung, atau mungkin saja kota lainnya di Nusantara ini. Hampir dua jam lamanya aku menunggu hujan mereda.

Sambil menunggu hujan reda, aku banyak mengobrol dengan pedagang-pedagang di sana serta orang-orang yang numpang berteduh di emperan toko yang ku singgahi. Aku banyak mendapatkan informasi terkait kota Rangkasbitung ini, mulai dari perkembangan kotanya sampai dengan adat istiadat dan budaya daerahnya. Sejauh yang aku temui, kota Rangkasbitung cukup ramah dan orang-orangnya terbuka. Bahkan selagi aku menunggu hujan reda, ada seorang bapak-bapak sekitar usia 40-an yang mentraktir aku minum kopi dan bahkan memberikan sebungkus rokok Gudang Garam Surya miliknya kepada aku. Aku pikir, ke depannya kota ini harus ditata lebih baik lagi, sebagai kota satelit, tentu saja kota Rangkasbitung ini harus ramah dan nyaman untuk ditinggali dan disinggahi.

Hujan tampaknya sudah mereda dan perlahan-lahan kota Rangkasbitung kembali beraktivitas seperti biasa. Setelah menghabiskan kopi terakhir, aku bergegas menuju angkutan kota (angkot) untuk menuju tempat selanjutnya: pelabuhan Merak.

Perjalanan ini masih akan berlanjut, membawa aku melewati lebih banyak tempat, berjumpa dengan lebih banyak orang, dan belajar tentang lebih banyak budaya dan tradisi di Nusantara ini. Aku tak sabar untuk melanjutkan petualangan ini, dan menantikan apa yang akan kujumpai di perjalanan selanjutnya.

Bersambung...


Peta rute dan jarak dari St. Tanah Abang - St. Rangkasbitung sejauh 60 km



You Might Also Like

0 komentar